BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
masalah
Pembelajaran kooperatif
dikembangkan dari teori belajar konstuktivisme yang lahir dari gagasan Piaget
dan Vygotsky. Berdasarkan penelitian Piaget yang pertama, dikemukakan bahwa
pengetahuan itu dibangun dalam pikiran anak (Ratna,1988: 181)
Dalam pembelajaran
kooperatif guru berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan
penghubung kearah pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri.
Guru tidak hanya memberikan pengetahuan pada siswa, tetapi harus membangun dalam
pikirannya juga. Siswa mempunyai kesempatan untuk mendapat pengetahuan langsung
dalam menerapkan ide-ide mereka. Hal ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk
menemukan dan memerapkan ide-ide mereka sendiri.
Piaget dan Vgotsky mengemukakan
adanya hakikat sosial dari sebuah proses belajar, juga mengemukakan tentang
penggunaan kelompok-kelompok belajar dengan kemampuan anggota-anggotanya yang
beragama sehingga terjadi perubahan konseptual. Piaget menekankan bahwa belajar
adalah sebuah proses aktif dan pengetahuan disusun dalam pemikiran siswa. Oleh
karena itu belajar adalah tindakan kreatif dimana konsep dan kesan dibentuk
dengan memikirkan objek dan peristiwa, serta beraksi dengan objek dan peristiwa
tersebut.
Selain aktifitas dan
kreatifitas yang diharapkan dalam sebuah proses pembelajaran juga dituntut
interaksi yang seimbang. Interaksi yang dimaksud adalah adanya interaksi atau
komunikasi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa, dengan harapan
terjadi komunikasi multi arah dalam proses pembelajaran.
Pandangan
konstruktivisme Piaget dan Vgotsky dapat berjalan berdampingan dalam proses
pembelajaran konstruktivisme. Piaget yang menekankan pada kegiatan internal
individu terhadap objek yang dihadapi dan pengalaman yang dimiliki orang
tersebut, sedangkan konstruktivisme Vygotsky menekankan pada interaksi sosial
dan melakukan konstruksi pengetahuan dari lingkungan sosialnya. Berkaitan
dengan karya Vygotsky dan penjelasan piaget, para konstruktivis menekankan
pentingnya interaksi dengan teman sebaya melalui pembentukan kelompok belajar, siswa
diberikan kesempatan secara aktif untuk mengungkapkan sesuatu yang dipikirkan kepada
temannya. Hal ini akan membantunya untuk melihat sesuatu dengan jelas, bahkan
melihat ketidaksesuaian pandangan mereka sendiri.
B.
Rumusan
masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan pembelajaran kooperatif?
2. Apa
tujuan dan manfaat pembelajaran kooperatif?
3. Apakah
ciri-ciri pembelajaran kooperatif?
4. Bagaimana
strategi dalam pembelajaran kooperatif?
5. Apa
sajakah metode yang ada dalam pembelajaraan kooperatif?
6. Apa
kelemahan dan kelebihan pembelajaran kooperatif?
C.
Tujuan
Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini memiliki tujuan
diantaranya :
1.
Mengetahui apa
yang dimaksud pembelajaraan kooperatif.
2.
Mengetahui
tujuan dan manfaat pembelajaran kooperatif.
3.
Mengetahui
ciri-ciri pembelajaran kooperatif.
4.
Mengetahui
strategi dalam pembelajaran kooperatif.
5.
Mengetahui
metode yang ada dalam pembelajaran kooperatif
6.
Mengetahui
kelemahan dan kelebihan pembelajaran kooperatif.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran
kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan kerja sama untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif ( cooperative learning ) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara
siswa belajar dan bekerja dalam kelompok – kelompok kecil secara kolaboratif,
yang anggotanya terdiri dari 4 sampai dengan 6 orang, dengan struktur kelompok
yang bersifat heterogen.
Pada
hakikatnya, pembelajaran kooperatif sama dengan kerja kelompok. Oleh karena
itu, banyak guru yang menyatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam cooperative
learning, karena mereka telah biasa melakukan pembelajaran cooperative learning
dalam bentuk belajar kelompok, walaupun tidak semua belajar kelompok disebut
sebagai cooperative learning. Seperti di jelaskan oleh Abdulhak ( 2001 : 19 –
20 ) “ pembelajaran kooperatif dilaksanakan melalui sharing proses antara
peserta didik, sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama antara peserta didik
itu sendiri”.
Tom
V. Savage ( 1987 : 25 ) mengemukakan bahwa cooperative learning merupakan satu
pendekatan yang menekankan kerja sama dalam kelompok. Pembelajaran kooperatif
adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam suatu
kelompok kecil untuk saling berinteraksi. Dalam sistem belajar kooperatif,
siswa belajar kerja sama dengan anggota lainnya ( Nurulhayati, 2002 : 25 ).
Pembelajarn
kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam
suatu kelompok kecil untuk saling berinteraksi ( Nurhayati, 2002 : 25 ). Dalam sistem
belajar yang kooperatif, siswa belajar kerjasama dengan anggota lainnya.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dipahami bahwa dalam pembelajaran kooperatif,
siswa memiliki dua tanggungjawab, yaitu belajar untuk dirinya sendiri dan
membantu sesama anggota untuk belajar.
B.
Tujuan
dan Manfaat Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajarn
kooperatif mempunyai beberapa tujuan, diantaranya :
1. Meningkatkan
kinerja siswa dalam tugas – tugas akademik. Model kooperatif ini memiliki
keunggulan dalam membantu siswa untuk memahami konsep – konsep yang sulit.
2. Agar
siswa dapat menerima teman – temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar
belakang.
3. Mengembangkan
keterampilan sosial siswa, berbagai tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat
orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan idea tau pendapat,
dan bekerja dalam kelompok.
Menurut
Linda Lungren ( 1994 : 120 ) dalam ( Ibrahim, dkk.,2000 : 18 ), ada beberapa
manfaat pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan prestasi belajar yang rendah,
yaitu : meningkatkan pencurahan waktu pada tugas, rasa harga diri menjadi lebih
tinggi, memperbaiki kehadiran, angka putus sekolah menjadi rendah, penerimaan
perbedaan terhadap individu menjadi lebih besar, perilaku mengganggu menjadi
lebih kecil, konflik antar pribadi berkurang, sikap apatis berkurang, pemahaman
yang lebih menndalam, meningkatkan motivasi lebih besar, hasil belajar lebih
tinggi, retensi lebih lama, dan meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan
toleransi.
C.
Ciri
– Ciri Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran
kooperatif mempunyai ciri atau karakteristik sebagi berikut :
1. Siswa
bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajar.
2. Kelompok
dibentuk dari siswa yang memiliki keterampilan tinggi, sedang, dan rendah (
heterogen ).
3. Apabila
memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis
kelamin yang berbeda.
4. Penghargaan
lebih berorientasi pada kelompok daripada individu ( Ibrahim, dkk, 2000 : 6 ).
Pembelajaran
kooperatif mencerminkan pandangan bahwa manusia belajar dari pengalaman mereka
dan partisipasi aktif dalam kelompok kecil membantu siswa belajar keterampilan sosial,
sementara itu secara bersamaan mengembangkan sikap demokrasi dan keterampilan
berpikir logis.
D.
Strategi
Pembelajaran Kooperatif
Belajar
kooperatif adalah belajar pemanfaatan kelompok kecil dalam pembelajaran yang
memungkinkan siswa bekerjasama untuk memasksimalkan belajar mereka dan belajar
anggota lainnya dalam kelompok tersebut ( Jonson dalam Hasan, 1996 ).
Strategi
pembelajaran kooperatif merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang
dilakukan oleh siswa di dalam kelompok – kelompok untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan, yaitu :
1. Adanya
peserta didik dalam kelompok
2. Adanya
aturan main
3. Adanya
upaya belajar dalam kelompok
4. Tatap
muka
5. Evaluasi
proses kelompok.
Berkenaan
dengan pengelompokan siswa, dapat ditentukan berdasarkan : minat dan bakat
siswa, latar belakang kemampuan siswa, kemampuan bersosialisasi, tatap muka,
evaluasi proses kelompok. Nurul Hayati ( 2002:25-28 ) mengemukakan lima unsur
dasar model cooperative learning, yaitu : ketergantungan positif,
pertanggungjawaban individual, kemampuan bersosialisasi, tatap muka, dan
evaluasi proses kelompok.
Senada
dengan penjelasan tersebut, Siahaan ( 2005 : 2 ) mengemukakan lima unsur
penting yang ditekankan dalam proses pembelajaran kooperatif yaitu :
1. Saling
ketergantungan yang positif
2. Interaksi
berhadapan
3. Tanggung
jawab individu
4. Keterampilan
sosial
5. Terjadinya
proses dalam kelompok
Pembelajaran
kooperatif mewadahi bagaimana siswa dapat bekerjasama dalam kelompok, tujuan
kelompok adalah tujuan bersama. Situasi kooperatif merupakan bagian dari siswa
untuk mencapai tujuan kelompok, siswa harus merasakan bahwa mereka akan
mencapai tujuan. Dengan demikian, siswa lain dalam kelompoknya memiliki
kebersamaan yang artinya bahwa tiap anggota kelompok bersikap kooperatif dengan
sesame anggota kelompoknya.
Tujuan penting
lain dalam pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan keterampilan kerjasama
dan kolaborasi pada siswa. Keterampilan ini dirasakan manfaatnya saat siswa
terjun ke masyarakat kelak.
Keterampilan
kooperatif sebagaimana diungkapkan oleh Lundgren ( 1994 ) terdiri dari tiga
bentuk.
1. Keterampilan
kooperatif tingkat awal
2. Keterampilan
kooperatif tingkat menengah
3. Keterampilan
kooperatif tingkat mahir
Dalam
pembelajarn yang menggunakan pembelajaran kooperatif, terdapat enam langkah
utama atau tahapan. Pembelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan
pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini digunakan untuk
menyampaikan informasi dan bahan bacaan daripada verbal. Selanjutnya siswa
dikelompokkan dalam tim – tim belajar. Tahapan ini diikuti bimbingan guru pada
saat siswa bekerjasama. Fase terakhir pembelajaran kooperatif adalah meliputi
presentasi hasil kerja kelompok atau evaluasi tentang apa yang telah mereka
pelajari, dan memberikakn penghargaan terhadap usaha – usaha kelompok maupun
individu.
Anita
Lie ( 2005 ) menyebutkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif terdapat lima
prinsip, yaitu sebagai berikut :
1. Prinsip
ketergantungan positif ( positive interpendence ), yaitu keberhasilan dalam
penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut.
Keberhasilan kerja kelompok ditentutkan oleh kinerja masing – masing anggota
kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasa saling
ketergantungan.
2. Tanggungjawab
perseorangan ( individual accountability ), yaitu keberhasilan kelompok sangat
tergantung dari masing – masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap
anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam
kelompok tersebut.
3. Interaksi
tatap muka ( face to face promation interaction ), yaitu memberi kesempatan
yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka dalam melakukan
interaksi dan diskusi untuk saling member dan menerima informasi dari kelompok
lain.
4. Partisipasi
dan komunikasi ( participation and communication ), yaitu melatih siswa untuk
dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.
5. Evaluasi
proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu secara khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama nmereka, agar
selanjutnya dapat bekerjasama lebih efektif.
Untuk
mengimplementasikan pembelajaran kooperatif, dapat ditempuh prosedur sebagai
berikut :
1. Penjelasan
materi, tahap ini merupakan tahapan penyampaian pokok – pokok materi pembejaran
sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama tahapan ini adalah pemahaman
siswa terhadap pokok materi pelajaran;
2. Belajar
kelompok, tahapan ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan materi dan
siswa bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk sebelumnya.
3. Penilaian;
penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan melalui tes atau kuuis
yang dilakukan secara individu atau kelompok. Tes individu akan memberikan
penilaian kemampuan individu, sedangkan kelompok akan memberikan penialian pada
kemampuan kelompoknya. Seperti dijelaskan Sanjaya ( 2006 : 247 ) bahwa hasil
akhir setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua. Hal ini
disebabkan nilai bersama dalam kelompoknya.
E.
Metode
Pembelajaran Kooperatif
Guru
mempunyai tugas untuk memilih pendeketan yang sesuai dalam pembelajaran
koopertaif. Ada beberapa pendekatan untuk model kooperatif, yaitu STAD (
Student Teams Achievment Devisionis ), tipe Jigsaw, tipe investigasi kelompok
dan tipe pendekatan structural. Pada table di bawah adalah perbandingan 4 tipe
tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Ibrahim dkk., ( 2000 : 29 ).
1.
Metode
pembelajaran Kooperatif Jigsaw
Pembelajaran
kooperatif jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitikberatkan pada kerja kelompok
siswa dalam bentuk kelompok kecil. Seperti yang diungkapkan Lie ( 1993 : 73 )
bahwa pembelajaran kooperatif model jigsaw ini merupakan model belajar
kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelopok kecil yang terdiri atas
empat sampai dengan enam orang secara heterogen dan siswa bekerjasama saling
ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri.
Dalam
terapan tipe jigsaw, siswa dibagi menjadi berkelompok dengan lima atau enam
anggota kelompok belajar heterogen. Materi pelajaran diberikan pada siswa dalam
bentuk teks. Setiap anggota bertangggungjawab untuk mempelajari bagian tertentu
dari bahan yang diberikan. Anggota dari kelompok yang lain mendapat tugas topic
yang sama, yakni berkumpul dan berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini
disebut dengan kelompok ahli ( Ibrahim, dkk. 2000 : 52 ).
Langkah
– langkah model jigsaw dibagi menjadi enam tahapan ( Nurhadi dan Agus Gerrard,
2003 : 40 ), yaitu :
a. Menyampaikan
tujuan belajar dan membangkitkan motivasi
b. Menyajikan
informasi kepada siswa dengan demonstrasi disertai penjelasan verbal, buku
teks, atau bentuk lain.
c. Mengorganisasikan
siswa ke dalam kelompok belajar
d. Mengelola
dan membantu siswa dalam belajar kelopompok dan kerja di tempat duduk masing –
masing.
e. Mengetes
penguasaan kelompok atas bahan ajar
f. Pemberian
penghargaan atau pengakuan terhadap hasil belajar siswa.
Adapun kegiatan
yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Melakukan
kegiatan membaca untuk menggali informasi. Siswa memperoleh topic – topic
permasalahan untuk di baca, sehingga mendapatkan informasi dari permasalahan
tersebut.
b. Diskusi
kelompok ahli. Siswa yang telah mendapatkan topic permasalahan yang sama
bertemu dalam satu kelompok atau kita sebut dengan kelompok ahli untuk
membicarakan topic permasalahan tersebut.
c. Laporan
kelompok. Kelompok ahli kembali ke kelompok asala dan menjelaskan hasil yang
didapatkan dari diskusi tim ahli.
d. Kuis
dilakukan mencakup semua topic permasalahan yang dibicarakan tadi,
e. Perhitungan
skor kelompok dan menentukan penghargaan kelompok.
Sedangkan
menurut Stepen, Sikes dan Snapp ( 1978 ) yang dikutip Rusman ( 2008 ),
mengemukakan langkah – langkah kooperatif model jigsaw sebagai berikut :
a. Siswa
dikelompokan sebanyak 1 sampai dengan 5 orang siswa;
b. Tiap
orang dalam tim diberi bagian materi berbeda;
c. Tiap
orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan;
d. Anggota
dari tim yang berbeda yang telah mempelajari sub bagian yang sama bertemu dalam kelompok baru (
kelompok ahli ) untuk mendiskusikan sub bab mereka;
e. Setelah
selesai diskusi, sebagai tim ahli tiap anggota kembali kepada kelompok asli dan
bergantian mengajar teman satu tim tentang sub bab yang mereka kuasai, dan tiap
anggota lainnya mendengarkan dengan seksama.
f. Tiap
tim ahli mempresentasikan hal diskusi;
g. Guru
member evaluasi;
h. Penutup.
Dalam
pelaksanaannya, pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memiliki kelebihan dan
kekurangan ( Ibrahim, dkk., 2000 : 70 – 71 ), diantara kelebihannya adalah :
a. Dapat
memberikan kesempatan kepada siswa untuk
bekerjasama dengan siswa lain;
b. Siswa
dapat menguasai pelajaran yang disampaikan;
c. Setiap
anggota siswa berhak menjadi ahli dalam kelompoknya;
d. Dalam
proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif;
e. Setiap
siswa dapat saling mengisi satu sama lain.
Sedangkan
kekurangannya adalah :
a. Membutuhkan
waktu yang lama;
b. Siswa
yang pandai cenderung tidak mau disatukan dengan temannya yang kurang pandai,
dan yang kurang pandai pun merasa minder apabila digabungkan dengan temannya
yang pandai, walaupun lama kelamaan perasaan itu akan hilang dengan sendirinya.
2.
Student
Team Achievment Division ( STAD )
Pembelajaran
kooperatif tipe STAD dikembangkan pertama kali oleh Robert Slavin dan teman –
temannya di Universitas John Hopkins, dan merupakan model pembelajaran
kooperatif paling sederhana ( Ibrahim, dkk., 2000 : 6 ). Masing – masing
kelompok memiliki kemampuan akademik yang heterogen ( Depelovment MA Project,
2002 : 31 ), sehingga dlam satu kelompok akan terdapat satu siswa berkemampuan
tinggi, dua orang berkemampuan sedang dan satu lagi berkemampuan rendah.
STAD
merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan
merupakan model paling baik untuk tahap permulaan bagi guru yang baru menggunakan
pendektan kooperatif ( Slavin, 2010 : 143 ). Para guru menggunakan metode STAD
untuk mengajarkan informasi akdemik baru kepada siswa setiap minggu, baik
melalui pengajaran verbal maupun tertulis ( Ibrahim, dkk., 2000:20 ).
a. Komponen
utama STAD
STAD
terdiri dari lima komponen utama, yaitu : presentasi kelas, tim, kuis, skor
kemajuan individual dan rekognisi tim ( Slavin, 2010 ). Kelima komponen
tersebut dapat dilihat pada uraian berikut ini.
Pertama,
presentasi kelas. Materi pertama kali di perenalkan dalam STAD adalah
presentasi di dalam kelas. Hal ini merupakan pengajaran langsung seperti yang
sering dilakukan atau di diskusilkan yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga
memasukan presentasi audio-visual. Perbedaan presentasi kelas dengan pengajaran
biasa hanyalah bahwa presentasi tersebut harus benar – benar memberikan
perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan membantu
mereka mengerjakan kuis – kuis dan skor kuis untuk menentukan skor tim mereka.
Kedua,
belajar dalam tim. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok, tiap kelompok terdiri
dari 4-5 orang, diaman mereka mengerjakan tugas yang diberikan. Jika ada
kesulitan, murid yang merasa mampu harus membantu murid yang kesulitan. Fungsi
utama dari tim ini adalah untuk memastikan bahwa semua anggota tim benar –
benar belajar, dan lebih khusus lagi untuk mempersiapkan anggotanya agar bisa
mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru menyampaikan materi, tim berkumpul
untuk mempelajari lembar kegiatan atau materi lainnya. Tim adalah ciri yang paling penting dalam STAD. Pada tiap hal,
yang ditekankan adalah membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim,
dan tim pun harus melakukan yang terbaik untuk membantu tiap anggotanya.
Ketiga,
tes individu. Setelah pembelajaran selesai, di lanjutkan dengan tes
individu ( kuis ). Diantara siswa
tidak diperbolehkan untuk saling
membantu dalam mengerjakan kuis. Sehingga tiap siswa bertanggungjawab secara
individu untuk memahami materinya.
Keempat,
skor pengembangan individu. Selanjutnya, skor yang didapatkan dari hasil tes
dicatat oleh guru untuk dibandingkan dengan hasil prestasi sebelumnya. Skor tim
diperoleh dengan menambahkan skor peningkatan semua anggota dalam satu tim.
Nilai rata – rata diperoleh dengan membagi jumlah skor penambahan dibagi jumlah
anggota tim.
Kelima,
penghargaan tim. Penghargaan di dasarkan nilai rata – rata tim, sehingga dapat
memotivasi mereka. Penggunaan sistem skor dalam model STAD adalah untuk lebih
menekankan pencapaian kemajuan daripada presentase jawaban yang benar.
b. Tahap
pelaksaan pembelajaran model STAD
Sebelum
menyajikan materi, menurut Arifin ( 1991 : 33 ) guru harus mempersiapkan lembar
kegiatan dan lembar jawaban yang akan dipelajari murid dalam kelompok heterogen
dengan jumlah maksimal 4 – 6 orang. Aturan heterogenitas dapat berdasarkan pada
:
1. Kemapuan
akademik ( pandai, sedang, dan rendah ) yang diperoleh dari hasil akademik (
skor awal ) sebelumnya. Pembagian tersebut harus di seimbangkan, sehingga
setiap kelompok terdiri dari murid dengan tingkat prestasi seimbang;
2. Jenis
kelamin, latar belakang sosial, kesenangan bawaan / sifat ( pendiam dan aktif )
dan lain – lain.
3. Penyajian
materi pelajaran
c. Kelebihan
dan kekurangan metode STAD
Dalam penggunaan
model pembelajarn kooperatif tipe STAD, terdapat kelebihan dan kekurangannya (
Ibrahim, dkk., 2000 : 72 ). Kelebihannya adalah sebagai berikut :
1. Dapat
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa lain;
2. Siswa
dapat menguasai pelajaran yang disampaikan;
3. Dalam
proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif;
4. Setiap
siswa dapat saling mengisi satu sama lain.
Adapun
kekurangannya dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah :
a. Membutuhkan
waktu yang lama;
b. Siswa
pandai cenderung enggan apabila disatukan dengan temannya yang kurang pandai,
dan yang kurang pandai pun merasa minder apabila digabungkan dengan temannya
yang pandai, walaupun lama kelamaan perasaan itu akan hilang dengan sendirinya.
c. Siswa
diberikan kuis dan tes secara perseorangan. Pada tahap ini setiap siswa harus
memperhatikan kemampuannya dan menunjukkan apa yang diperoleh pada kegiatan
kelompok dengan cara menjawab soal kuis atau tes sesuai dengan kemampuannya.
Pada saat mengerjakan kuis atau tes ini, setiap siswa bekerja sendiri;
d. Penentuan
skor. Hasil kuis atau tes diperiksa oleh guru, setiap skor yang diperoleh pada
kegiatan kelompok dengan cara menjawab soal kuis atau tes sesuai dengan
kemampuannya. Pada saat mengerjakan kuis atau tes ini, setiap siswa bekerja
sendiri;
e. Penghargaan
terhadap kelompok. Berdasarkan skor peningkatan individu, maka akan diperoleh
skor kelompok. Dengan demikian, skor kelompok sangat tergantungan dari
sumbangan skor individu.
3.
Metode
Investigasi Kelompok
Investigasi
kelompok mungkin merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks
dan paling sulit untuk diterapkan. Model ini dikembangkan pertama kali oleh
Thelan. Berbeda dengan STAD dan Jigsaw, dalam metode investigasi kelompok ini
siswa terlibat dalam perencanaan, baik topik yang dipelajari maupun bagaimana jalannya
penyelidikan mereka. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang
lebih rumit daripada pendekatan yang lebih terpusat pada guru.
Dalam
penerapan investigasi kelompok ini, guru membagi kelas menjadi kelompok –
kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa yang heterogen. Dalam beberapa kasus,
kelompok dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau
minat yang sama dalam topic tertentu, selanjutnya siswa memilih topic untuk
diselidiki, dan melakukan penyelidikan mendalam atas topic yang dipilih itu.
Selanjutnya menyiapkan dan mempresentasikan laporan kepada seluruh kelas.
Sharan,
dkk., ( 1984 ) telah menetapkan 6 ( enam ) tahap investigasi kelompok.
a. Pemilihan
topic
Siswa memilih subtopic khusus di dalam suatu daerah
masalah umum yang biasanya ditetapkan oleh guru. Selanjutnya siswa di
organisasikan menjadi 2 sampai 6 anggota flap kelompok, dan menjadi kelompok –
kelompok yang berorientasi pada tugas. Komposisi kelompok hendaknya heterogen
secara akademis maupun etnis.
b. Perencanaan
kooperatif
Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran,
tugas, dan tujuan khusus yang konsisten dengan subtopic yang telah dipilih pada
tahap pertama.
c. Implementasi
Siswa menerapkan rencana yang telah mereka
kembangkan di dalam tahap kedua. Kegiatan pembelajaran hendaknya melibatkan
ragam aktivitas dan keterampilan yang luas dan mengarahkan siswa kepada jenis –
jenis sumber belajar yang berbeda, baik di dalam atau diluar sekolah. Guru secara
ketat mengikuti kemajuan tiap kelompok dan menawarkan bantuan bila diperlukan.
d. Analisis
dan sintesis
Siswa menganalisis dan mengevaluasi informasi yang
diperoleh pada tahap ketiga, dan merencanakan bagaimana informasi tersebut
diringkas dan disajikan dengan cara yang
menarik sebagai bahan untuk dipresentasikan kepada seluruh kelas.
e. Presentasi
hasil dan final
Beberapa atau semua kelompok menyajikan hasil
penyelidikannya dengan cara yang menarik kepada seluruh kelas, dengan tujuan
agagr siswa yang lain ikut terlibat dalam pekerjaan mereka, dan memperoleh
perspektif yang luas pada topic yang dipresentasikan. Presentasi harus di
koordinasi oleh guru.
f. Evaluasi
Dalam hal kelompok – kelompok menangani aspek yang
berbeda dan topic yang sama, siswa dan guru mengevaluasi tiap kontribusi
kelompok terhadap kerja kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi yang
dilakukan dapat berupa penilaian individual atau kelompok.
4.
Pendekatan
Struktural
Pendekatan
ini dikembangkan oleh Spenncer Kagen dan kawan – kawannya. Meskipun banyak
memiliki kesamaan dengan pendekatan lain, namun pendekatan ini memberi
penekanan pada penggunaan strutur tertentu yang dirancang untuk memengaruhi
pola interaksi siswa. Struktur tugas yang dikembangkan oleh Kagen ini
dimaksudkan sebagai alternatif sebagai struktur kelas tradisional, seperti :
resitasi, dimana guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas dan siswa
member jawaban setelah mengangkat tangan dan ditunjuk. Saling membantu dalam
kelompok kecil, dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif daripada
penghargaan individual.
Ada struktur
yang dikembangkan untuk meningkatkan perolehan isi akademik, dan ada struktur
yang dirancang untuk mengajarkan keterampilan sosial atau keterampilan
kelompok. Dua macam struktur yang terkenal adalah think-pair-share dan
rumbered-head-together. Kedua struktur ini dapat digunakan oleh guru untuk
mengajarkan isi akademik atau untuk mengecek pemahaman siswa terhadap isi
tertentu. Sedangkan active listening dan time token merupakan dua contoh
struktur yang dikembangkan untuk mengajarkan keterampilan sosial.
F.
Kelebihan
Dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Thabrany (1993: 94) mengemukakan kelebihan atau
keuntungan dan kekurangan kerja kelompok atau pembelajaran kooperatif yaitu:
1) Keuntungan kerja kelompok
a. Dapat
mengurangi rasa kantuk dibanding belajar sendiri
b. Dapat
merangsang motivasi belajar.
c. Ada
tempat bertanya
d. Kesempatan
melakukan resitasi oral
e. Dapat
membantu timbulnya asosiasi dengan peristiwa lain yang mudah diingat.
2) Kekurangan kerja kelompok
a. Bisa
menjadi tempat mengobrol atau gosip.
b. Sering
terjadi debat sepele di dalam kelompok, bisa terjadi kesalahan kelompok.
Kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif di
atas, berikut diuraikan satu-per satu:
1) Kelebihan
pembelajaran kooperatif
Kelebihan model pembelajaran kooperatif terdiri atas:
a) Dapat mengurangi rasa kantuk dibanding belajar
sendiri
Jika belajar sendiri sering kali rasa bosan timbul dan
rasa kantuk pun datang. Apalagi jika mempelajari pelajaran yang kurang menarik
perhatian atau pelajaran yang sulit. Dengan belajar bersama, orang punya teman yang memaksa
aktif dalam belajar. Demikian pula ada kesempatan bersenda gurau sesedikit
mungkin untuk mengalihkan kebosanan.
b) Dapat
merangsang motivasi belajar
Melalui kerja kelompok, akan dapat menumbuhkan perasaan
ada saingan. Jika sudah menghabiskan waktu dan tenaga yang sama dan ternyata
ada teman yang mendapat nilai lebih baik, akan timbul minat mengejarnya. Jika
sudah berada di atas, tentu ingin mempertahankan agar tidak akan dikalahkan
teman-temannya.
c) Ada tempat
bertanya
Kerja secara kelompok, maka ada tempat untuk bertanya
dan ada orang lain yang dapat mengoreksi kesalahan anggota kelompok. Belajar
sendiri sering terbentur pada masalah sulit terutama jika mempelajari sejarah.
Dalam belajar berkelompok, seringkali dapat memecahkan soal yang sebelumnya
tidak bisa diselesaikan sendiri. Ide teman dapat dicoba dalam menyelesaikan
soal latihan. Jika ada lima orang dalam kelompok itu, tentu ada lima kepala
yang mempunyai tingkat pengetahuan dan kreativitas yang berbeda. Pada saat
membahas suatu masalah bersama akan ada ide yang saling melengkapi.
d) Kesempatan
melakukan resitasi oral
Kerja kekompok, sering anggota kelompok harus
berdiskusi dan menjelaskan suatu teori kepada teman belajar. Inilah saat yang
baik untuk resitasi. Akan dijelaskan suatu teori dengan bahasa sendiri. Belajar
mengekspresikan apa yang diketahui, apa yang ada dalam pikiran ke dalam bentuk
kata-kata yang diucapkan.
e) Dapat membantu
timbulnya asosiasi dengan perisitwa lain yang mudah diingat
Melalui kerja kelompok akan dapat membantu timbulnya
asosiasi dengan peristiwa lain yang mudah diingat. Misalnya, jika ketidak sepakatan
terjadi di antara kelompok, maka perdebatan sengit tak terhindarkan. Setelah
perdebatan ini, biasanya akan mudah mengingat apa yang dibicarakan dibandingkan
masalah lain yang lewat begitu saja. Karena dari peristiwa ini, ada telinga
yang mendengar, mulut yang berbicara, emosi yang turut campur dan tangan yang
menulis. Semuanya sama-sama mengingat di kepala. Jika membaca sendirian, hanya
rekaman dari mata yang sampai ke otak, tentu ini kurang kuat.
2) Kelemahan
model pembelajaran kooperatif atau kerja kelompok
Kelemahan penerapan model pembelajaran kooperatif dalam
suatu pembelajaran di sekolah yaitu:
a) Bisa
menjadi tempat mengobrol atau gosip
Kelemahan yang senantiasa terjadi dalam belajar
kelompok adalah dapat menjadi tempat mengobrol. Hal ini terjadi jika
anggota kelompok tidak mempunyai kedisiplinan dalam belajar, seperti datang
terlambat, mengobrol atau bergosip membuat waktu berlalu begitu saja sehingga
tujuan untuk belajar menjadi sia-sia.
b) Sering
terjadi debat sepele di dalam kelompok
Debat sepele ini sering terjadi di dalam kelompok. Debat
sepele ini sering berkepanjangan sehingga membuang waktu percuma. Untuk itu,
dalam belajar kelompok harus dibuatkan agenda acara. Misalnya, 25 menit
mendiskusikan bab tertentu, dan 10 menit mendiskusikan bab lainnya. Dengan
agenda acara ini, maka belajar akan terarah dan tidak terpancing untuk berdebat
hal-hal sepele.
c) Bisa
terjadi kesalahan kelompok
Jika ada satu anggota kelompok menjelaskan suatu
konsep dan yang lain percaya sepenuhnya konsep itu, dan ternyata konsep itu
salah, maka semua anggota kelompok berbuat salah. Untuk menghindarinya, setiap
anggota kelompok harus sudah mereview sebelumnya. Kalau membicarakan hal baru
dan anggota kelompok lain belum mengetahui, cari konfirmasi dalam buku untuk
pendalaman.
Model pembelajaran kooperatif di samping memiliki
kelebihan juga mengandung beberapa kelemahan apabila para anggota
kelompok tidak menyadari makna kerjasama dalam kelompok. Oleh
karena itu, Thabrany (1993: 96) menyarankan bahwa “agar kelompok beranggotakan
3, 5 atau 7 orang, jangan lebih dari 7 dan sebaiknya tidak genap karena dapat
terjadi beberapa blok yang saling mengobrol, dan jangan ada yang pelit artinya
harus terbuka pada kawan”.
Kelebihan dan kelemahan dalam penggunaan model
pembelajaran kooperatif sebagai strategi mengajar guru, maka hal tersebut dapat
menjadi pertimbangan bagi guru dalam penggunaannya. Namun, faktor
profesionalisme guru menggunakan model tersebut sangat menentukan dan kesadaran
murid mengikuti pembelajaran melalui strategi kelompok. Sasaran pembelajaran
adalah meningkatkan kemampuan belajar siswa sehingga penggunaan model ini akan
memungkinkan siswa lebih aktif, kreatif dan mandiri dalam belajar sesuai
tuntutan materi pelajaran atau kurikulum.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pembelajaran
kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan kerja sama untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif ( cooperative learning ) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara
siswa belajar dan bekerja dalam kelompok – kelompok kecil secara kolaboratif,
yang anggotanya terdiri dari 4 sampai dengan 6 orang, dengan struktur kelompok
yang bersifat heterogen.
Pembelajarn
kooperatif mempunyai beberapa tujuan, diantaranya :
1. Meningkatkan
kinerja siswa dalam tugas – tugas akademik. Model kooperatif ini memiliki
keunggulan dalam membantu siswa untuk memahami konsep – konsep yang sulit.
2. Agar
siswa dapat menerima teman – temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar
belakang.
Mengembangkan
keterampilan sosial siswa, berbagai tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat
orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan idea tau pendapat,
dan bekerja dalam kelompok.
Guru
mempunyai tugas untuk memilih pendeketan yang sesuai dalam pembelajaran
koopertaif. Ada beberapa pendekatan untuk model kooperatif, yaitu STAD (
Student Teams Achievment Devisionis ), tipe Jigsaw, tipe investigasi kelompok
dan tipe pendekatan structural.
DAFTAR
PUSTAKA
Majid Abdul .
2013. Strategi pembelajaran. Bandung
: PT Remaja Rosdakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar